MATERI KELAS XI IPA 4 & 5




KD 4.1 Menanggapi dan mampu  mengekspresikan teks pungo pandai sesuai  dengan kaidah-kaidahnya   secara  lisan dan tulisan

Pertemuan Ke: 4
Kelas                : XI IPA 4 dan IPA 5
Keterangan     : Materi tersebut lanjutan materi minggu yang lalu


Pungo Pandai 


Teks secara harfiah (kata demi katanya) pungo pandai terdiri dari 2 kata yaitu pungo (O), pungu (A) = tangan, dan pandai (A/O) = tahu, lalu digabungkan menjadi pungo/pungu pandai = tangan pintar.  Sepakat menjadi "tangan pintar"  tergolong idiom atau ungkapan yang memiliki kata kiasan, makna konotatif (makna kias) yang  artinya serba bisa. Suatu macam keahlian, pengetahuan, yang dimiliki oleh satu orang dinamakan pungo pandai atau bisa disebut sebagai all round/serba bisa. Jadi, pungo pandai merupakan seseorang yang memiliki keahlian/ bakat, pengetahuan yang lebih dari satu atau dikatakan orang yang serba bisa.

Contoh seseorang yang tergolong pungo pandai yakni ir. Soekarno. Beliau seorang insinyur arsitek bangunan salah satu karya beliau adalah Tugu Monas  (Monumen Nasional) di tengah-tengah Ibukota. Ibukota Negara Republik Indonesia, di Jakarta  sampai saat ini masih berdiri dengan megah. Selain itu, beliau adalah ahli politik pada masa sebelum merdeka, beliau ditangkap pemerintah kolonial Belanda dan dibuang, beliau tetap gigih melalui politik dan diplomasi sehingga akhirnya beliau memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 didampingi wakilnya yaitu Drs. Muhammad Hatta. Hal tersebutlah yang membuat Insinyur Soekarno disebut sebagai Pungo pandai/ serba bisa/ all round.

Tokoh pungo pandai yang ada di Provinsi Lampung salah satunya Prof. Dr. Hadi Kusuma, SH. Beliau disebut sebagai orang yang “pungu pandai” karena beliau memiliki beberapa pengetahuan tidak hanya satu, beliau memiliki beberapa pengetahuan dan ahli dalam bidangnya seperti sejarah, bahasa, Adat budaya Lampung, dsb.

Soal

1.    Terjemahkan/ artikan teks pungo pandai di bawah ini ke dalam bahasa Lampung!
2.    Analisislah teks pungo pandai mengenai tokoh Waldjinah tersebut !

Waldjinah, dari Ratu Kembang Katjang ke Ratu Keroncong


Jakarta, CNN Indonesia -- Bertahun-tahun lalu saat mendendangkan Walang Kekek maupun Jangkrik Genggong, Waldjinah masih lincah. Kini Waldjinah sudah sepuh. Berjalan maupun berbicara tak lagi sempurna. Dia mesti dipapah atau dibantu kursi roda. Berbicara pun terbata-bata. Namun, Waldjinah masih bisa dengan lancar menyanyikan Walang Kekek dengan suaranya yang khas. Tak salah jika gelar Ratu Keroncong disematkan pada wanita asal Solo itu.

Kini, usia Waldjinah sudah memasuki 72 tahun. Tepat enam dekade Waldjinah memberi warna pada belantika musik Indonesia, khususnya keroncong. Waldjinah memulai kariernya pada 60 tahun lalu saat mengikuti kontes Ratu Kembang Katjang di Solo, Jawa Tengah. Suara merdu Waldjinah yang banyak berlatih kala mendengar alunan musik Jawa saat menemani ayahnya bekerja mencap batik, berhasil memikat para juri.

Waldjinah dinobatkan sebagai Ratu Kembang Katjang saat berusia 12 tahun.
"Saya juara, saya paling kecil sendiri dan menjadi Ratu Kembang Katjang," kata Waldjinah di Jakarta, beberapa waktu lalu. Saat itu ia membantu pagelaran busana Anne Avantie.
Perlombaan menyanyi Ratu Kembang Katjang itu membuka jalan bagi karier Waldjinah cilik. Bakatnya mulai dikenal dan dilirik dapur rekaman serta Radio Republik Indonesia (RRI).
Waldjinah sampai berhenti sekolah. Alasannya terimpit masalah ekonomi. Mumpung ada rezeki, ia manfaatkan untuk mencari uang. Cita-citanya menjadi seorang sekretaris pun ia korbankan. Waldjinah kemudian bekerja menjadi penyanyi honorer di RRI.
"Saya tidak sekolah. Saya tidak punya uang. Ibu saya berdagang dan bapak saya tukang cap batik. Saya menjadi penyanyi honorarium dengan gaji Rp15-Rp17," tutur Waldjinah seraya tertawa.
Waldjinah remaja terus menggali diri dengan mengikuti berbagai perlombaan. Dari Solo, Waldjinah mengembangkan sayapnya dengan mengikuti perlombaan tingkat Nasional ke Jakarta. Pada 1965, Waldjinah menjadi juara Bintang RRI. Ketika itu, dia sedang mengandung delapan bulan. "Ada yang bilang, 'perut gede kok jadi bintang radio.' Saya kepengen saja waktu itu karena ada hadiah dari Presiden Soekarno," ucap Waldjinah.
Sejak saat itu, nama Waldjinah kian bersinar. Lewat lagu Walang Kekek yang diciptakannya sendiri, Waldjinah membuat nyanyian Jawa dengan musik keroncong dikenal seantero Indonesia.  Lagu itu populer di masanya dan melegenda hingga saat ini. Walang Kekek yang bercerita tentang perempuan itu juga merupakan lagu yang paling disukai Waldjinah sepanjang kariernya. "Favorit saya Walang Kekek dan juga Yen Ing Tawang," ujarnya. Yeng Ing Tawang merupakan lagu pertama yang dikeluarkan oleh Waldjinah.
 Selain membuat lagu sendiri, Waldjinah juga berkolaborasi dengan musisi-musisi andal lainnya seperti Mus Mulyadi, Gesang, Andjar Any, dan Ismail Marzuki.
Tercatat hingga saat ini Waldjinah sudah merilis lebih dari 200 album dan 1.500 tembang. Konsistensi Waldjinah pada musik Keroncong membuatnya mendapat julukan Ratu Keroncong. Kini, Waldjinah yang merupakan ibu dari lima anak, nenek dari delapan cucu dan memiliki tiga cicit ini juga menjaga kondisi tubuhnya dengan makanan yang sehat dan rutin pijat sekali dalam dua pekan.

Di hari tuanya, Waldjinah masih aktif bernyanyi keroncong dari pentas ke pentas. Dia juga mengisi waktunya dengan mendirikan sekolah musik keroncong di rumahnya di Solo.
"Sekarang muridnya ada 20 orang dari SD, SMP, SMP," kata Waldjinah yang lahir pada 7 November 1945 itu. Menurut Waldjinah, musik keroncong saat ini masih digemari oleh banyak orang. Hanya saja, dia mengkritik banyak media yang tak mengangkat musik keroncong. "Sekarang maju tapi saya lihat dari TV kok tidak ditayangkan. Itu harusnya ditayangkan. Keroncong yang punya Indonesia, jangan kalah dengan Malaysia, saya takut kalau itu diambil luar," Sang Ratu Keroncong mengungkap kekhawatirannya.

Komentar

Postingan Populer